
Kutai Timur, – Menjelang perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80 pada 17 Agustus 2025, fenomena pengibaran bendera bajak laut Jolly Roger milik tokoh Luffy dalam serial anime One Piece menjadi tren di berbagai daerah di Indonesia. Di tengah maraknya tren ini, dua pejabat penting di Kutai Timur (Kutim) memberikan tanggapan berbeda.
Kapolres Kutim, AKBP Fauzan Arianto, enggan menanggapi secara langsung soal tren pengibaran bendera fiksi tersebut. Ia memilih memberikan imbauan agar masyarakat Kutim lebih mengekspresikan semangat nasionalisme melalui pengibaran bendera Merah Putih.
”Mari kita kibarkan bendera merah putih di depan rumah juga di seluru sektor-sektor kehidupan, kita kibarkan semarakkan nanti peringatan puncak hari kemerdekaan 17 Agustus 2025, sehingga nanti meriahnya akan selalu kita rasakan,” ungkapnya, saat ditemui di halaman Polsek Sangatta Utara, Rabu 6 Agustus 2025.
Ia menegaskan, hingga saat ini pihaknya belum menerima laporan adanya warga yang mengibarkan bendera One Piece. Namun, ia berharap masyarakat tetap menjunjung tinggi simbol negara dalam perayaan hari kemerdekaan
Dirinya juga enggan menjawab, bagaimana reaksi Polres Kutim jika masyarakat mengibarkan bendera One Piece. “Pokoknya saya tegaskan kibarkan Bendera Merah Putih,” tambahnya.
Berbeda pandangan datang dari Ketua DPRD Kutim, Jimmi. Ia menilai fenomena ini merupakan bagian dari ekspresi kebebasan masyarakat dalam menyampaikan pendapat.
”Yang penting tidak tinggi dari bendera merah putih,”ujarnya.
Jimmi bahkan mengaitkan fenomena tersebut dengan pernyataan Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), yang pernah menyikapi simbol-simbol daerah, seperti Bendera Bintang Kejora, sebagai ekspresi identitas komunitas.
”Kalau kata Gusdur, sebenarnya bendera ini sama aja dengan bendera-bendera komunitas aja. Tapi yang paling utama ya kesatuan NKRI,” imbuhnya.
Ia menyebut, pengibaran bendera Jolly Roger bisa dimaknai sebagai simbol kebebasan dan bentuk kritik terhadap kondisi sosial yang dirasakan sebagian masyarakat.
”Itu dianggap sebagai vitamin yang menyegarkan agar pemerintahan berjalan dengan semestinya. Dengan kritikan (pemerintah- red) bisa lebih kuat untuk mensejahterakan rakyat,”jelas Jimmi
Meski demikian, ia tidak serta-merta menganggap tindakan tersebut bebas tanpa konsekuensi. Ia mengakui hal ini tetap mengandung potensi masalah, namun selama berada dalam koridor demokrasi, ekspresi seperti itu masih diperbolehkan.
”Sebenarnya masalah, tapi karena kita negara demokratis jadi penyampaian aspirasi secara lisan dan tulisan boleh dilakukan,” pungkasnya. (Vy*)