
Kutai Timur, – Polemik tapal batas wilayah Sidrap antara Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur (Kutim) kembali mengemuka. Perbedaan pandangan terlihat jelas antara Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Rudy Mas’ud dan Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman.
Gubernur Kaltim mendorong agar persoalan ini diselesaikan melalui jalur hukum di Mahkamah Konstitusi (MK). Menurutnya, Sidrap memiliki status unik, secara de facto wilayah tersebut selama ini dilayani oleh Pemerintah Kota Bontang, namun secara de jure tercatat sebagai bagian dari Kutim.
”Hari ini kita sepakat untuk tidak sepakat. Nanti MK yang akan memutuskan dan Mendagri yang akan menginstruksikan Sidrap ini masuk ke mana,” ujarnya saat di tanya awak media, Senin 11 Agustus 2025.
Ia menegaskan, pelayanan publik harus tetap berjalan tanpa memandang status wilayah. “Pendidikan, kesehatan, infrastruktur, jaminan kesehatan, jaminan sosial itu wajib diberikan kepada semua warga,” ucapnya.
Rudy juga mengungkap, sebagian warga Sidrap ingin tetap berada di Kutim, sementara sebagian lainnya memilih bergabung dengan Bontang. Karena itu, Pemprov Kaltim mengajak semua pihak melihat persoalan ini secara menyeluruh, bukan semata dari sisi batas administrasi.
Selain itu, gubernur menyinggung aturan di Bontang yang membatasi 75 persen tenaga kerja harus ber-KTP Bontang, dan 25 persen sisanya dari luar, termasuk Kutim. Ia menilai kebijakan ini perlu disikapi bijak agar tidak menghambat kesempatan kerja.
Terkait zonasi pendidikan, Rudy menilai sistem ini kerap mempersulit warga, bahkan bagi masyarakat Bontang sendiri.
”Zonasi diatur masing-masing, dan ini bisa membuat warga kebingungan. Tugas pemerintah adalah memastikan standar pelayanan minimal pendidikan dan kesehatan terpenuhi,” tegasnya.
Sementara itu, Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman menolak pandangan bahwa Sidrap memiliki status de facto dan de jure yang berbeda.
”Sejarahnya Sidrap milik Kabupaten Kutai. Kecamatan Teluk Pandan baru berdiri tahun 2006, sebelumnya wilayah ini bagian dari Kutai,” ungkapnya.
Ardiansyah menegaskan, sebagai kepala daerah ia wajib membangun Sidrap sesuai regulasi. “Kewajiban saya adalah mengamalkan undang-undang. Tugas saya bersama wakil adalah membangun,” tegasnya.
Ia memaparkan sejumlah pembangunan di Sidrap, mulai dari perbaikan jalan hingga pembangunan sekolah dasar. Menurutnya, isu kekurangan fasilitas pendidikan tidak benar.
“Tahun lalu belum ada mobil bisa masuk, sekarang sudah bisa. SD Negeri sudah berdiri, tahun ini pipa PDAM akan masuk. Teluk Pandan ini ada 2 SMP, bukan 1. Untuk SMA itu urusan provinsi,” jelasnya.
Mengenai kemungkinan putusan MK yang tidak menguntungkan Kutim, Ardiansyah enggan berspekulasi. “Itu urusan MK. Saya tidak ingin berspekulasi. Aspirasi warga yang pro dan kontra adalah hak mereka. Tugas pemerintah adalah mendengar dan membangun,” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa gubernur tidak dapat memutuskan persoalan ini secara langsung. “Gubernur datang untuk mendengarkan. Kalau walikota meminta, bupati menolak, ya selesai. Kembalikan ke aturan yang ada,” tutupnya