
Oleh: Muhammad Khaidir, ST., MT (Dosen Teknik Elektro – Konsentrasi Energi Listrik UIM Al-Gazali
Peradaban modern tak mungkin dipisahkan dari energi. Di balik kemajuan teknologi, industrialisasi, dan kenyamanan hidup masa kini, tersimpan jejak panjang eksploitasi energi—mulai dari batu bara, minyak bumi, gas alam, hingga energi terbarukan. Namun, di tengah deru mesin produksi dan kilauan lampu kota, jarang kita berhenti sejenak untuk merenung: adakah harga sosial dan ekologis yang harus dibayar dari setiap kilowatt energi yang kita nikmati?
Kontemplasi sosial mengajak kita menimbang kembali relasi energi dan kehidupan bermasyarakat. Narasi pembangunan energi kerap dipandang semata-mata dari kacamata pertumbuhan ekonomi, tanpa menyentuh pertanyaan mendasar: siapa yang sebenarnya menikmati hasilnya, dan siapa yang tersisih? Fakta menunjukkan, di banyak pelosok negeri, masyarakat masih hidup dalam kegelapan karena tak terjangkau listrik, sementara pusat kota gemerlap dengan surplus energi. Kesenjangan ini menandakan distribusi energi yang timpang, lahir dari desain pembangunan yang elitis dan tak merata.
Lebih jauh, eksploitasi energi fosil telah memicu dampak ekologis yang serius: polusi udara, perubahan iklim, hingga bencana lingkungan yang mengancam generasi mendatang. Cara kita memperlakukan energi hari ini adalah cerminan masa depan bumi. Kontemplasi sosial bukan sekadar keprihatinan, tetapi panggilan untuk berpikir dan bertindak lebih bijak.
Dalam era yang semakin sadar akan keberlanjutan, kita ditantang untuk membangun peradaban energi yang adil dan ramah lingkungan. Transisi menuju energi terbarukan bukan hanya soal teknologi, tetapi juga keadilan sosial. Pekerja di sektor energi fosil yang kehilangan mata pencaharian harus difasilitasi untuk beralih ke sektor hijau. Komunitas lokal yang selama ini terpinggirkan harus diberdayakan dalam pengelolaan sumber energi di wilayah mereka.
Energi bukan hanya soal daya, melainkan cermin nilai moral sebuah masyarakat. Kontemplasi sosial adalah kompas agar pembangunan energi tak sekadar mengejar efisiensi, tetapi juga menegakkan keadilan, kesejahteraan bersama, dan kelestarian bumi. Setiap tetes bahan bakar, setiap kilowatt listrik yang kita gunakan, seharusnya disertai kesadaran bahwa energi adalah hak semua orang, bukan privilese segelintir pihak.
Karena itu, saat kita berbicara tentang energi, jangan pernah lepaskan pembicaraan tentang manusia, lingkungan, dan masa depan. Energi tanpa kontemplasi sosial hanya akan membawa peradaban pada kemajuan semurapuh oleh ketimpangan dan kerusakan. Sudah saatnya kita menimbang ulang jalan peradaban ini, sebelum terlambat.