
Kutai Timur, – Setelah Desa Kandolo, kini giliran Desa Singa Gembara yang ditetapkan sebagai desa percontohan kedua dalam Program Desa Cantik (Cinta Statistik) tahun 2025. Penetapan ini menjadikan Desa Singa Gembara salah satu dari hanya dua desa yang terpilih dari total 139 desa di Kabupaten Kutai Timur (Kutim) untuk menerapkan program berbasis data ini.
Kepala Desa Singa Gembara, Hamriani Kassa, menyambut baik penetapan ini dan menyatakan kesiapan penuh pihaknya untuk menjalankan program dengan komitmen tinggi. Menurutnya, program Desa Cantik akan menjadi fondasi penting bagi pembangunan desa yang akurat dan berkelanjutan.
“Kami sebagai pemerintah desa sangat merespons baik program ini. Insyaallah, Desa Cantik akan menjadi solusi atas kebutuhan data dari desa hingga ke pusat. Semua dimulai dari bawah,” ujar Hamriani saat di konfirmasi, Jumat 25 Juli 2025.
Program Desa Cantik merupakan program strategis yang diinisiasi oleh Badan Pusat Statistik (BPS) untuk meningkatkan pengelolaan dan pemanfaatan data statistik di tingkat desa/kelurahan. Melalui program ini, desa didorong untuk tidak hanya menjadi pelaksana pembangunan, tetapi juga penyedia data yang akurat dan akuntabel.
Hamriani mengakui bahwa ketersediaan data yang valid sangat penting, tidak hanya untuk kepentingan administrasi, tetapi juga sebagai dasar perencanaan pembangunan yang tepat sasaran. Oleh karena itu, program ini sebagai langkah besar menuju tata kelola desa yang lebih modern dan partisipatif.
“Mulai dari perangkat, staf, hingga lembaga desa, semuanya akan terlibat aktif. Karena data yang kita butuhkan itu harus dimulai dari bawah, dari masyarakat langsung. Tanpa itu, mustahil kita bisa membangun dengan benar,” lanjutnya.
Sebagai desa yang baru pertama kali terlibat dalam program statistik berbasis komunitas, Pemdes Singa Gembara menekankan pentingnya pembekalan awal bagi petugas dan staf yang akan menjalankan program. Pelaksanaan program ini melibatkan sejumlah pemangku kepentingan lintas sektor, termasuk Kominfo dan BPS.
“Kami berharap ada peningkatan kapasitas bagi para staf dan petugas lapangan. Karena walaupun ada SK-nya, kalau belum paham apa itu data statistik dan bagaimana mengelolanya, tentu program ini tidak akan berjalan maksimal,” tegasnya.
Koordinasi antar lembaga dan pihak terkait juga menjadi perhatian utama. Desa menyadari bahwa keberhasilan program ini sangat ditentukan oleh kolaborasi yang kuat antara perangkat desa, lembaga, dan masyarakat. Dukungan dari instansi teknis seperti Kominfo dan BPS juga diharapkan terus berkelanjutan selama masa implementasi.
Pemdes Singa Gembara berharap pada hasil akhir program ini. Mereka ingin mewujudkan desa yang mampu mengelola dan memanfaatkan data secara mandiri guna mendukung kebijakan pembangunan yang lebih terarah, adil, dan terukur.
“Tanpa data yang akurat, mustahil kita bisa membangun dengan baik. Misalnya masalah stunting, kalau datanya tidak lengkap, bagaimana kita bisa tahu mana yang harus ditangani lebih dulu,” ujarnya.
Masalah stunting dan isu sosial lainnya memang menjadi fokus utama dalam pembangunan desa. Oleh sebab itu, data yang dikumpulkan nantinya tidak hanya digunakan untuk statistik, tetapi juga sebagai dasar pengambilan keputusan pada program-program sosial.
Hamriani juga berharap masyarakat berpartisipasi aktif dalam program ini, mengingat sumber utama data justru berasal dari mereka. Survei dan pengumpulan informasi dilakukan langsung dari rumah ke rumah, sehingga kolaborasi dengan warga sangat penting.
“Data ini kan dari masyarakat. Kalau mereka tidak membuka diri, ya datanya tidak akan bisa kita kumpulkan secara maksimal. Jadi kami ingin masyarakat juga paham bahwa ini penting untuk mereka sendiri,” tambahnya. (Vy*)